Selasa, 25 November 2008

KETIKA AKU MENJADI GURU oleh aGri moHammAd iQbaL

KETIKA AKU MENJADI GURU
Aku adalah seorang anak dari pasangan suami-istri dari pensiunan guru, memang orang lain kadang tak setuju mengakui kalau aku seorang manusia karena mungkin perilaku ku agak membuat orang di sekitarku merasa jengkel. Tetapi tak berapa lama akupun sadar bahwa aku ini harus membuat mereka merasa nyaman dekat dengan ku.
Mulai pagi itu aku tak lagi memenuhkan volume speaker aktif radio tapeku dengan dentuman lagu Megadeth, Purgatory maupun Skid Row yang memekakkan telinga, mandi dengan sabun, menyikat gigi hingga menyampo rambut ku yang sudah 3 minggu ini tak ku urus.
Selesai sudah keberantakan hidupku, aku akhiri sampai disini saja dan bertekad menyelesaikan sisa kuliahku di Universitas Pendidikan Indonesia yang tinggal beberapa semester lagi, tapi aku rasa ini bukan mutlak sebagai kesalahan ku. Ini salah Dasimah, ya...Ini salah dia, mantan pacarku yang sialnya di rebut oleh kawan ku sendiri. Padahal dalam waktu dekat ini aku sudah merencanakan pernikahan dengannya. Sekarang, jelaskan? Mengapa aku berubah menjadi seperti ini?
Aku mengerti, ini cambuk untukku. Tak mungkin aku menyerah hanya karena hal seperti itu saja, aku hanya beda tipis saja dengan pria itu. Tampang? Sulit untuk dibilang jelek, perilaku? Yaa memang untuk sekarang aku akui ini bukan yang terbaik tapi aku pernah lebih baik dari dia, hanya satu yang aku tak bisa mengelak, soal fasilitas.
Mobil, motor, rumah itulah yang dia miliki, sedangkan aku? Hanya scooter tahun 1976 yang umurnya jauh menyusulku, aku juga hanya tinggal di kost-an di gang sempit daerah Tegallega. Tapi untuk sekarang ini yang aku fikirkan hanya menyelesaikan kuliah dan kerja. Inilah untuk apa sekarang, bismillahirrohmaanirrohiim lagi.
Aku kendarai si bulat mengepulku lagi di jalanan, tak peduli orang mau bilang apa buat scooter ini. Hanya ini yang satu-satunya ksatria jalanan kepunyaan ku, orang tuaku bilang ini adalah barang keramat pemberian dari kakek. Pantas saja tak pernah sekalipun dia mogok, larinya pun aku sanggup bersaing. Sejalan dengan itu aku mulai ingat kembali saat-saat indah ketika Dasimah memelukku, bercerita segala hal tentang aku, dia dan mereka, pergi nonton PERSIB, pergi makan pecel lele kesukaan dia hingga mengantar jemput. Ah sudahlah, terus-terusan seperti ini bisa membuatku patah semangat lagi.
Sesampainya di kampus aku beranikan diri untuk menyapa mereka kembali, aku serasa bertemu alien-alien planet mars. Menatapku aneh, mungkin mereka fikir aku ini sudah bunuh diri, padahal tak mungkin aku berbuat se-keji itu, bodoh. Akhirnya aku masih ingat di kelas mana aku masuk, kutemukan sahabat-sahabatku sedang berkumpul layaknya ikan piranha yang sedang memangsa mangsanya. Mereka menyapaku hangat, aku merasa masih dibutuhkan lagi di dunia ini. Mereka bertanya segala hal tentang kehidupanku dan aku hanya bisa menjawab seadanya saja.
Tak begitu lama dosen mata kuliahku datang juga dan tak banyak basa-basi langsung mengajar mata kuliah Bahasa Inggris, waktu berjalan hingga waktunya berakhir. Kelas pun bubar, memutuskan untuk langsung pulang tapi, tiba-tiba temanku Firman, memanggil dengan nada tinggi dan mengajakku pergi ke warnet. Aku pun tak bisa menolak. Akhirnya aku ikut juga, sulit memang menolak ajakan teman.

Setelah itu aku pulang untuk beristirahat, karena sekarang ini tak ada lagi aku sebagai seorang tukang main, bergadang, pulang malam tapi yang ada hanyalah aku yang ingin memperbaiki hidup dan membahagiakan orang tua. Orang tuaku di Garut pasti mengharapkan aku menjadi “manusia” berhasil.

Tak terasa rutinitasku sebagai seorang mahasiswa sudah selesai, meninggalkan masa lalu bersama kost-an, UPI, kota Bandung juga Dasimah. Aku kembali ke pangkuan kota kelahiranku, mulai mencari pekerjaan sebagai pentransfer ilmu. Pertama kalinya aku melamar aku langsung diterima di sekolah swasta, memang sulit diterima akal sehat mungkin ini hasil dari benih kesabaranku dan ketabahanku saat masa kuliah. Aku sangat terhenyak, berkata di dalam hati ternyata aku bisa juga membahagiakan orang tua meskipun hanya menjadi seorang guru. Murid yang aku ajar pun sangat menyenangkan dan menghormatiku, Anak lelaki selalu mengajakku bermain bola, basket, voli bahkan berenang saat libur tiba sedangkan anak perempuan selalu menjadikan aku tempat penyelesaian solusi alias tempat pencurahan hati mereka.
Hidupku seperti dalam drama saja, aku menikmati pekerjaan ini. Sampai-sampai berfikir ingin selamanya saja untuk mengajar untuk murid-murid tersayang ini. Aku juga sering sekali mendapat berita bahwa teman-teman seperjuanganku ketika di UPI telah mengajar di luar kota bahkan luar pulau Jawa. Luar biasa, inilah yang aku harapkan, tapi ada satu cerita pilu yang aku dengar dari Firman. Aku merasa berdosa ketika mendengar Dasimah, mantan pacarku telah meninggal ketika dia berusaha menggugurkan kandunganya di dukun beranak. Aku merasa berdosa karena saat kita bersama aku tak dapat membahagiakannya secara materi hingga dia mencapakkanku dan pergi dengan pria yang tak bertanggung jawab itu. Tapi inilah hidup, tak bisa kita tebak. Aku hanya akan meneruskan saja perjalanan ini tanpa penyesalan, untuk menjadi guru
Wassalam
KARANGAN
-AGRI M. IQBAL-
12 IPA, SMA AL-MUTTAQIN TASIKMALAYA

Tidak ada komentar: